EFGR

Selasa, 22 Februari 2011

PENGERTIAN DASAR NEGARA INDONESIA

1. Pengertian Dasar Negara
Dasar Negara adalah fandemen yang kokoh dan kuat serta bersumbar dari pandangan hidup atau falsafah(cerminan dari peradaban, kebudayaan, keluhuran budi dan kepribadian yang tumbuh dalam sejarah perkembangan Indonesia) yang diterima oleh seluruh lapisan masyarakat.
2. Proses Penyusunan dan Penetapan dasar Negara
a. Tahap Pembentukan BPUPKI
BPUPKI dibentuk pada tanggal 29 April 1945 dan dilantik tanggal 28 Mei 1945.Pembentukan BPUPKI memberi kesempatan secara legal kepada Indonesia untuk mempersiapkan kemerdekaan dan merancang UUD yang berisi dasar negara.
b. Tahap Penyusunan Konsep Rancangan Dasar Negara dan UUD
• Sidang Pertama BPUPKI(29 Mei s/d 1 Juni 1945)
Pada sidang ini K.R.T Radjiman Widyodiningrat(ketua BPUPKI), menyampaikan tentang dasar falsafah yang akan dibentuk bagi bangsa Indonesia.Usulan-usulan dasar Negara RI yang muncul pada sidang ini, antara lain:
o Mr. Moh. Yamin
Secara lisan;
1) Peri Kebangsaan
2) Peri Kemanusiaan
3) Peri Ketuhanan
4) Peri Kerakyatan
5) Kesejahteraan Rakyat
Secara tertulis;
1) Ketuhanan Yang Maha Esa
2) Kebangsaan Persatuan Indonesia
3) Rasa kemanusiaan yang adil dan beradab
4) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan.
5) Keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia
o Prof. Dr. R. Soepomo
1) Paham negara persatuan
2) Hubungan negara dan agama
3) Sistem badan permusyawaratan
4) Sosialisme negara
5) Hubungan antar bangsa
o Ir. Soekarno
Pancasila;
1) Kebangsaan Indonesia
2) Internasionalisme atau perikemanusiaan
3) Mufakat atau demokrasi ekonomi negara bersifat kekeluargaan
4) Kesejahteraan sosial
5) Ketuhanan yang berkebudayaan
Dapat diperas menjadi Trisila;
1) Sosionalisme
2) Sosiodemokratis
3) Ketuhanan
Dapat diperas lagi menjadi Ekasila;
1) Gotong royong
Pada sidang pertama BPUPKI belum tercapai kesepakatan tentang dasar Negara.Kemudian dibentuk panitia Sembilan.
• Panitia Sembilan
Anggota Panitia Sembilan adalah:
Ir. Soekarno Abikusno Tjokrosoejoso
Drs. Moh. Hatta H. Agus Salim
Mr. A.A. Maramis Mr. Ahmad Soebarjo
K.H. Wahid Hasyim Mr. Moh. Yamin
Abd. Kahar Muzakir
Pada tanggal 22 Juni 1945 Panitia Sembilan berhasil merumuskan dasar Negara Indonesia yang dikenal dengan Jakarta Charter(Piagam Jakarta).
Rumusan Dasar Negara Menurut Jakarta Charter
1. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya.
2. Kemanusian yang adil dan beradab.
3. Persatuan Indonesia.
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan.
5. Keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia.
c. Sidang BPUPKI Kedua(10 s/d 16 Juli 1945)
Pada sidang kedua ini membicarakan tentang rancangan UUD Negara Indonesia dengan membentuk panitia kecil, yaitu;
• Panitia Kecil yang dipimpin oleh Ir. Soekarno
- Bertugas merumuskan rancangan Pembukaan UUD yang berisi tujuan dan asas Negara Indonesia.
• Panitia Kecil yang dipimpin oleh Prof. Dr. Mr. R. Soepomo
- Bertugas merumusakan rancangan batang tubuh UUD dan naskah proklamasi.
Pada tanggal 14 Juli 1945 telah diterima rancangan dasar Negara sebagaimana tersebut dalam Piagam Jakarta yang dicantumkan dalam Pembukaan dari rencana UUD yang sedang disiapkan.
d. Penetapan UUD 1945
Pada tanggal 18 Agustus 1945 PPKI menetapkan:
1. Mengesahkan pembukaan dan batang tubuh UUD 1945.
2. Memilih Ir. Soekarno sebagai Presiden RI dan Drs. Moh. Hatta sebagai Wakil Presiden RI yang pertama.
3. Untuk sementara waktu, pekerjaan presiden sehari-hari dibantu oleh BP-KNIP.
Rumusan dasar Negara yang disahkan dan tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 adalah sebagai berikut;
a. Ketuhanan Yang Maha Esa
b. Kemanusuaan yang adil dan beradab
c. Persatuan Indonesia
d. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan
e. Keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia
3. Pancasila Ditinjau dari Tekstualnya
Ditunaju dari tekstual, bahwa Pancasia sebagai dasar Negara Republik Indonesia tercantum dalam konstitusi Negara,yakni pada Pembukaan UUD 1945 alinea 4 (merupakan landasan konstitusional dan ideology Negara).
Apakah Konstitusi mutlak ada dalam suatu Negara?
Konsitusi mutlak harus ada dalam suatu Negara.
Karena Konstitusilah yang mengatur kehidupan bernegara, bentuk pemerintahan dan aturannya, mengatur hak-hak & kewajiban warga negara.

Apabila suatu Negara tidak memiliki konstitusi, tujuan dan cita-cita Negara itu tidak akan tercapai. Karena dalam konsep konstitusi itu tercakup juga pengertian peraturan tertulis, kebiasaan dan konvensi-konvensi kenegaraan (ketatanegaraan) yang menentukan susunan dan kedudukan organ-organ negara, mengatur hubungan antar organ-organ negara itu, dan mengatur hubungan organ-organ negara tersebut dengan warga negara.

KONSTITUSI

A. Pengertian Konstitusi
Konstitusi secara sederhana oleh Brian Thompson dapat diartikan sebagai suatu dokumen yang berisi aturan-aturan untuk menjalankan suatu organisasi. Organisasi dimaksud beragam bentuk dan kompleksitas strukturnya. Dalam konsep konstitusi itu tercakup juga pengertian peraturan tertulis, kebiasaan dan konvensi-konvensi kenegaraan (ketatanegaraan) yang menentukan susunan dan kedudukan organ-organ negara, mengatur hubungan antar organ-organ negara itu, dan mengatur hubungan organ-organ negara tersebut dengan warga negara.
B. Dasar Keberadaan Konstitusi
Dasar keberadaan konstitusi adalah kesepakatan umum atau persetujuan (consensus) di antara mayoritas rakyat mengenai bangunan yang diidealkan berkenaan dengan negara. Organisasi negara itu diperlukan oleh warga masyarakat politik agar kepentingan mereka bersama dapat dilindungi atau dipromosikan melalui pembentukan dan penggunaan mekanisme yang disebut negara. Kata kuncinya adalah konsensus atau general agreement.
Oleh karena itu, karakteristik dan identitas suatu bangsa sangat menentukan dasar-dasar kebangsaan dan kenegaraan di dalam konstitusi. Hal itu dapat dilihat dari salah satu konsensus dasar yang termaktub dalam konstitusi, yaitu kesepakatan tentang tujuan atau cita-cita bersama (the general goals of society or general acceptance of the same philosophy of government). Hal itu memiliki konsekuensi bahwa konstitusi selalu dibuat dan berlaku untuk suatu negara tertentu. Konstitusi dibuat berdasarkan pengalaman dan akar sejarah suatu bangsa, kondisi yang sedang dialami, serta cita-cita yang hendak dicapai.

Saat ini terdapat dua istilah, yakni konstitusi dan Undang-Undang Dasar. Istilah UUD sering diartikan sama dengan konstitusi, apakah konstitusi=UUD ?. Menurut Miriam Budiardjo dalam bukunya Dasar-Dasar Ilmu Politik (2008), terjemahan kata constitution dengan kata UUD memang sesuai dengan kebiasaan orang Belanda dan Jerman, yang dalam percakapan sehari-hari memakai kata Grondwet (grond= dasar; wet= undang-undang) , dan Grundgesetz (grund= dasar; gesetz= undang-undang ), yang dua-duanya menunjuk pada naskah tertulis. Dan memang tidak dapat disangkal bahwa pada dewasa ini hampir semua negara (kecuali Inggris) memiliki naskah tertulis sebagai UUD-nya. Namun, dalam kepustakaan Belanda (misalnya L.J. van Apeldoorn) diadakan pembedaan antara pengertian UUD (grondwet) dan UUD (constitutie). UUD adalah bagian tertulis dari suatu Konstitusi, sedangkan Konstitusi memuat baik peraturan tertulis maupun peraturan yang tidak tertulis.

Herman Heller membagi Konstitusi dalam tiga pengertian :
1. konstitusi mencerminkan kehidupan politik dalam masyarakat sebagai suatu kenyataan dan ia belum merupakan konstitusi dalam arti hukum, melainkan konstitusi dalam pengertian sosiologis atau politis.
2. orang mencari unsur-unsur hukum dari konstitusi yang hidup dalam masyarakat untuk dijadikan sebagai suatu kesatuan kaidah hukum. Tugas mencari unsur-unsur hukum dalam ilmu pengetahuan hukum disebut abstraksi.
3. orang mulai menulis dalam suatu naskah sebagai UU yang tertinggi yang berlaku dalam suatu negara.

Lalu apakah hubungan antara UUD dan Konstitusi yang dewasa ini sering disama artikan? Menurut Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim dalam bukunya Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia (1983), “ jika pengertian Undang-Undang Dasar itu harus dihubungkan dengan pengertian Konstitusi, maka arti Undang-Undang Dasar itu baru merupakan sebagian dari pengertian Konstitusi yaitu Konstitusi yang ditulis. Konstitusi itu sebenarnya tidak hanya bersifat yuridis semata-mata tetapi juga sosiologis dan politis “.


C. Sifat Konstitusi

1. Formil dan materiil; Formil berarti tertulis. Materiil dilihat dari segi isinya berisikan hal-hal bersifat dasar pokok bagi rakyat dan negara. (sama dengan konstitusi dalam arti relatif).
2. Flexibel dan rigid, Kalau rigid berarti kaku, sulit untuk mengadakan perubahan,
ciri flexibel :
a. Elastis.
b. Diumumkan dan diubah sama dengan undang-undang.
3. Tertulis dan tidak tertulis

Konstitusi Tertulis & Konstitusi Tidak Tertulis
Membedakan secara prinsipil konstitusi tertulis (written constitution) dengan konstitusi tidak tertulis (unwritten constitution) adalah tidak tepat. Sebutan konstitusi tidak tertulis hanya dipakai untuk dilawankan dengan konstitusi modern yang lazimnya ditulis dalam satu naskah atau dalam beberapa naskah. Timbulnya konstitusi tertulis adalah pengaruh dari paham kodifikasi hukum. Salah satu negara yang tidak memiliki konstitusi tertulis adalah Inggris. Namun prinsip-prinsip konstitusi yang ada di Inggris dicantumkan dalam undang-undang seperti bill of rights.
Dengan demikian suatu konstitusi disebut tertulis jika ia dituliskan dalam satu naskah atau beberapa naskah, sedangkan suatu konstitusi disebut tidak tertulis dikarenakan ketentuan-ketentuan yang mengatur pemerintahan tidak tertulis dalam suatu naskah tertentu, melainkan diatur dalam konvensi-konvensi atau undang-undang biasa.
Konstitusi tidak tertulis disebut juga sebagai gerunds-norm atau norma dasar atau hukum dasar (basic principles). Dan tentunya norma-norma yang tidak tertulis ini merupakan norma hukum tata negara yang dianggap ideal sebagai norma konstitusi yang juga mengikat dalam penyelenggaraan kegiatan bernegara. Nilai dan norma yang dimaksud dapat berupa pikiran-pikiran kolektif dan dapat pula berupa kenyataan-kenyataan perilaku yang hidup dalam masyarakat negara yang bersangkutan.
Oleh karena itulah Constitutional rules di tiap-tiap negara berbeda-beda dikarenakan adanya perbedaan constitutional culture pada setiap negara.
Salah satu sumber hukum tata negara adalah konvensi ketatanegaraan (constitutional convention). Prof. Jimly Ashhiddiqie mengatakan dalam bukunya pengantar hukum tata negara jilid I bahwa konvensi ketatanegaraan tidak identik dengan kebiasaan atau kebiasaan ketatanegaraan. Dalam kebiasaan diperlukan adanya pengulangan secara terus-menerus, sedangkan dalam konvensi ketatanegaraan tidak diperlukan adanya pengulangan tersebut. Konvensi ketatanegaraan (the convention of constitution) dapat berbentuk kebiasaan ketatanegaraan atau praktek (practice) ataupun constitutional usage. Sehingga yang terpenting dalam hal ini adalah kebiasaan, praktek, dan kelaziman maka konvensi merupakan hal yang secara moral dianggap baik. Prof. I Gde Pantja Astawa dalam kuliah hukum tata negara nya juga mendefinisikan konvensi sebagai hal yang terjadi berulang-ulang dalam ketatanegaraan sehingga diterima sebagai norma yang secara moral dikatakan baik. Sehingga sekalipun bukan merupakan konstitusi tertulis hal ini tetap dianggap penting secara konstitusional (constitutional meaningfull).
Prof .Jimly Ashhiddiqie mengatakan bahwa konvensi merupakan bagian dari konstitusi tidak tertulis yang juga harus ditaati. Namun juga dapat dirubah dengan cara melakukan penyimpangan terhadap norma konvensi tersebut hingga dapat diterima sebagai konvensi ketatanegaraan yang baru. Salah satu contoh konstitusi tidak tertulis adalah adanya pidato kenegaraan yang dilakukan presiden setiap tanggal 17 Agustus sejak masa orde lama hingga saat ini. Pada masa presiden Soekarno pidato tersebut merupakan hal yang bersifat simbolik sebagai bentuk pertanggungjawaban Soekarno sebagai pemimpin tertinggi revolusi kepada rakyat, sehingga pidato tersebut dilakukan di depan rakyat secara langsung. Pada masa orde baru, pidato kenegaraan berubah menjadi hal yang bersifat teknis karena dilakukan di depan rapat paripurna DPR yang dikaitkan dengan penyampaian nota keuangan dalam pengajuan APBN.

D. Menilai konstitusi

1. Konstitusi bernilai normatif, berarti secara hukum dia-kui dan dilaksanakan secara
murni dan konsekwen.
2. Konstitusi bernilai nominal, secara hukum konstitusi diakui kedudukannya sebagai
konstitusi negara.
3. Konstitusi bernilai simpati, secara yuridis diakui dan tidak operasional. Konstitusi ini
dikesampingkan oleh kebijakan lain.


E. Fungsi Konstitusi
1. menentukan pembatasan terhadap kekuasaan sebagai suatu fungsi konstitusionalisme;
2. memberikan legitimasi terhadap kekuasaan pemerintah;
3. sebagai instrumnen untuk mengalihkan kewenangan dari pemegang kekuasaan asal (baik rakyat dalam sistem demokrasi atau raja dalam sistem monarki) kepada organ-organ kekuasaan Negara)

F. Cara Perubahan Konstitusi
1.Oleh rakyat melalui referendum
2.Oleh sejumlah negara bagian
3. Dengan konvensi ketatanegaraan.

Dari penjelasan diatas, sebuah konstitusi disamping harus tertulis juga diperlukan yang tidak tertulis.
Karena, Konstitusi tidak tertulis disebut juga sebagai gerunds-norm atau norma dasar atau hukum dasar (basic principles). Dan tentunya norma-norma yang tidak tertulis ini merupakan norma hukum tata negara yang dianggap ideal sebagai norma konstitusi yang juga mengikat dalam penyelenggaraan kegiatan bernegara.

Lembaga Tinggi di Indonesia
Lembaga tinggi negara adalah sekumpulan lembaga negara utama yang membentuk pemerintahan Indonesia.
Lembaga tinggi negara terdiri dari :
• Majelis Permusyawaratan Rakyat
Majelis Permusyawaratan Rakyat (disingkat MPR) adalah lembaga legislatif bikameral yang merupakan salah satu lembaga tinggi negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia. Sebelum Reformasi, MPR merupakan lembaga tertinggi negara. MPR bersidang sedikitnya sekali dalam lima tahun di ibukota negara.
o Dewan Perwakilan Rakyat
Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia atau sering disebut Dewan Perwakilan Rakyat (disingkat DPR-RI atau DPR) adalah salah satu lembaga tinggi negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yang merupakan lembaga perwakilan rakyat. DPR terdiri atas anggota partai politik peserta pemilihan umum yang dipilih melalui pemilihan umum.
o Dewan Perwakilan Daerah
Dewan Perwakilan Daerah (disingkat DPD) adalah lembaga tinggi negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yang anggotanya merupakan perwakilan dari setiap provinsi yang dipilih melalui Pemilihan Umum.
DPD memiliki fungsi:
- Pengajuan usul, ikut dalam pembahasan dan memberikan pertimbangan yang berkaitan dengan bidang legislasi tertentu
- Pengawasan atas pelaksanaan Undang-Undang tertentu.
Anggota DPD dari setiap provinsi adalah 4 orang. Dengan demikian jumlah anggota DPD saat ini adalah 132 orang. Masa jabatan anggota DPD adalah 5 tahun, dan berakhir bersamaan pada saat anggota DPD yang baru mengucapkan sumpah/janji.
• Presiden
Presiden Indonesia (nama jabatan resmi: Presiden Republik Indonesia) adalah kepala negara sekaligus kepala pemerintahan Indonesia. Sebagai kepala negara, Presiden adalah simbol resmi negara Indonesia di dunia. Sebagai kepala pemerintahan, Presiden dibantu oleh wakil presiden dan menteri-menteri dalam kabinet, memegang kekuasaan eksekutif untuk melaksanakan tugas-tugas pemerintah sehari-hari. Presiden (dan Wakil Presiden) menjabat selama 5 tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama untuk satu kali masa jabatan. Beliau digaji sekitar 60 juta perbulan.
• Mahkamah Agung
Mahkamah Agung (disingkat MA) adalah lembaga tinggi negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yang merupakan pemegang kekuasaan kehakiman dan bebas dari pengaruh cabang-cabang kekuasaan lainnya, bersama-sama dengan Mahkamah Konstitusi.
Mahkamah Agung membawahi badan peradilan dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara.
Peradilan Umum pada tingkat pertama dilakukan oleh Pengadilan Negeri, pada tingkat banding dilakukan oleh Pengadilan Tinggi dan pada tingkat kasasi dilakukan oleh Mahkamah Agung
Peradilan Agama pada tingkat pertama dilakukan oleh Pengadilan Agama, pada tingkat banding dilakukan oleh Pengadilan Tinggi Agama dan pada tingkat kasasi dilakukan oleh Mahkamah Agung
Peradilan Militer pada tingkat pertama dilakukan oleh Pengadilan Militer, pada tingkat banding dilakukan oleh Pengadilan Tinggi Militer dan pada tingkat kasasi dilakukan oleh Mahkamah Agung
Peradilan Tata Usaha negara pada tingkat pertama dilakukan oleh Pengadilan Tata Usaha Negara, pada tingkat banding dilakukan oleh Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara dan pada tingkat kasasi dilakukan oleh Mahkamah Agung
• Mahkamah Konstitusi
Mahkamah Konstitusi (disingkat MK) adalah lembaga tinggi negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yang merupakan pemegang kekuasaan kehakiman bersama-sama dengan Mahkamah Agung.
• Badan Pemeriksa Keuangan
Badan Pemeriksa Keuangan (disingkat BPK) adalah lembaga tinggi negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yang memiliki wewenang memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Menurut UUD 1945, BPK merupakan lembaga yang bebas dan mandiri.
Anggota BPK dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah, dan diresmikan oleh Presiden.
Hasil pemeriksaan keuangan negara diserahkan kepada DPR, DPD, dan DPRD (sesuai dengan kewenangannya).

UNDANG-UNDANG DASAR 1945

Pembukaan
Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan diatas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.
Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentosa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.
Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan
inikemerdekaannya.
Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintah negara Indonesia yang melindungi
segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada : Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Kedudukan Pembukaan UUD 1945
Adapun hakekat pembukaan UUD ‘45 meliputi sbb:

1. Pembukaan UUD ‘45 sbg tertib hukum tertinggi.
Kedudukan ini mepunyai 2 aspek yang sangat fundamental:
a. Memberikan faktor-faktormutlak bagi terwujudnya tetib hukum Indonesia.
b. Memasukkan diri dalam tertib hukum Indonesia, sebagai tertib hukum tertinggi
Pembukaan UUD ‘45 adalah sumber hukum Indonesia.

2. Pembukaan UUD ‘45 memenuhi syarat adanya tertib hukum Indonesia.
Pada alinea ke 4 UUD ’45 memuat unsur-unsur yang disaratkan bagi adanya suatu tertib hukum di Indonesia (rechts order) / (legal order) yaitu susunan kebulatan dan keseluruhan peraturan - peraturan hukum.
Adapun syarat-syarat hukum tertib sbb :
a. Adanya kesatuan subjek
Memuat penguasa yang mengadakan peraturan hukum, yaitu pemerintah negara kesatuan RI (terdapat dalam alinea IV)
b. Adanya kesatuan asas kerohanian
Termuat suatu dasar dari keseluruhan peraturan hukum yang merupakan sumber dari segala sumber hukum yaitu adanya der. Filsafat negara pancasila (yang termuat dalam alinea IV)
c. Adanya kesatuan daerah
Mengenai dimana peraturan-peratuaran hukum tersebut, berlaku yaitu seluruh tumpah darah negara Indonesia (dalam alinea IV)
d. Adanya kesatuan waktu
Mengenai pemberlakuan peraturan hukum tersebut, yaitu dengan adanya kelompok-kelompok maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu UUD Negara Indonesia.
3. Pembukaan UUD ‘45 sebagai pokok kaidah negara yang fundamental.
Menurut Notonegara, pembukaan UUD 45 memenuhi syarat sebagai pokok kaidah negara yang fundamental, yaitu dalam hal terjadinya dan isinya.
a. Dalam terjadinya pembukaan UUD 45 ditentukan oleh panitia pembentukan Negara yang terjelma dalam bentuk pernyataan lahir dari kehendak pembentukan negara.
b. Dalam hal isinya pembukaan UUD 45 memuat hal-hal sbb :
1.) Dasar-dasar negara yang di bentuk
2.) Cita-cita kerohanian (pancasila)
3.) Asas politik negara
4.) Tujuan negara
5.) Ketentuan diadakannya UUD
Dilihat dari pembukaan UUD 45 maka masing-masing alinea mengandung makna sendiri-sendiri yaitu sbb :
1. Alinea pertama
-Mengungkapkan suatu dalil objektif yaitu bahwa penjajahan tidak sesuai dengan peri
kemanusiaan dan peri keadilan
-Mengandung suatu pernyataan subjektif yaitu aspirasi bangsa Indonesia sendiri untuk
membebaskan diri dari penjajah.
2. Alinea kedua
-Bahwa perjuangan pergerakan di Indonesia telah sampai pada tingkat yang menentukan
-Bahwa momentum yang telah ddicapai tersebut, dimanfaatkan untuk menyatakan
Kemerdekaan
-Bahwa kemerdekaan tersebut bukan merupakan tujuan akhir, tapi harus diisi dengan
mewujudkan negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur
3. Alinea ketiga
-Memuat motifasi spiritual yang luhur seperti suatu pengukuhan dari proklamasi
kemerdekaan 17 agustus ‘45
- Menunjukan ketakwaan bangasa Indonesia terhadap Tuhan YME
4. Alinea keempat
-Merumuskan tujuan negara yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia
-Ketentuan adanya UUD 45 maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu
dalam suatu UUD
-Menyatakan asas politik negara RI yang berkedaulatan rakyat
-Memuat rumusan dasar kerohanian negara yaitu “pancasila”
Pembukaan UUD ‘45 mempunyai fungsi / hubungan langsung dengan UUD ‘45 yaitu bahwa dalam pembukaan UUD ‘45 mengandung pokok-pokok pikiran yang diciptakan dan diutamakan dalam batang tubuh UUD yaitu dalam pasal “X”
1. Pokok pikiran pertama :
negara melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dengan bedasar untuk persatuan
2. Pokok pikiran ke-2 :
negara hendak mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
3. Pokok pikiran ke-3 :
negara yang berkedaulatan rakyat berdasarkan untuk kerakyatan dan permusyawaratan / perwakilan
4. Pokok pikirakn ke-4 :
negara berdasarkan ketuhanan YME menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab
Dari kesimpuilan diatas atau dapat disimpulkan kedudukan UUD ‘45 sebagai berikut :
1. Pembukaan UUD ‘45 sebagai pernyataan kemerdekaan Indonesia yang terperinci dan mengandung cita-cita yang luhur dari proklamasi kemerdekaan
2. Pembukaan UUD ‘45 merupakan tertib hukum tertinggi di negara Indonesia
3. Bahwa pembukaan UUD ‘45 yang pada hakikatnya terpisah dari batang tubuh UUD ‘45
4. Dan berhubungan dari itu maka siapapun, MPR pun hasil pemilu tidak dapat mengubahnya, karena mengubah pembukaan UUD ‘45 berarti pembubaran negara proklamasi 17 agustus ‘45

Sikap Positif Terhadap Konstitusi Negara

Sikap lebih yang dapat kita tunjukan antara lain sbb :
1. Menghormati dan menjunjung tinggi konstitusi dan hukum yang berlaku
2. Mamatuhi dan menaati, serta melaksanakan konstitusi / hukum yang berlaku
3. Melaksnakan nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila dan UUD 45
4. Dengan penuh kesadaran membayar pajak tepat pada waktunya
5. Disilin dalam berlalu lintas
6. Mengajukan tuntutan, aspirsi, demonstrasi dengan car adamai sesuai dengan hukum yang
berlaku
7. Tidak bertindak main hakim sendiri (ANARKIS)

KD 4 :
PERUBAHAN UUD 1945

Naskah Undang-Undang Dasar 1945 Sebelum dilakukan Perubahan, UUD 1945 terdiri atas Pembukaan, Batang Tubuh (16 bab, 37 pasal, 65 ayat (16 ayat berasal dari 16 pasal yang hanya terdiri dari 1 ayat dan 49 ayat berasal dari 21 pasal yang terdiri dari 2 ayat atau lebih), 4 pasal Aturan Peralihan, dan 2 ayat Aturan Tambahan), serta Penjelasan. Setelah dilakukan 4 kali perubahan, UUD 1945 memiliki 20 bab, 73 pasal, 194 ayat, 3 pasal Aturan Peralihan, dan 2 pasal Aturan Tambahan. Dalam Risalah Sidang Tahunan MPR Tahun 2002, diterbitkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Dalam Satu Naskah, Sebagai Naskah Perbantuan dan Kompilasi Tanpa Ada Opini.
Sejarah Awal Pada tanggal 22 Juni 1945, dirancang Piagam Jakarta yang akan menjadi naskah Pembukaan UUD 1945. Setelah dihilangkannya anak kalimat "dengan kewajiban menjalankan syariah Islam bagi pemeluk-pemeluknya" maka naskah Piagam Jakarta menjadi naskah Pembukaan UUD 1945 yang disahkan pada tanggal 18 Agustus 1945 oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Pengesahan UUD 1945 dikukuhkan oleh Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) yang bersidang pada tanggal 29 Agustus 1945. Naskah rancangan UUD 1945 Indonesia disusun pada masa Sidang Kedua Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPK). Nama Badan ini tanpa kata "Indonesia" karena hanya diperuntukkan untuk tanah Jawa saja. Di Sumatera ada BPUPK untuk Sumatera. Masa Sidang Kedua tanggal 10-17 Juli 1945. Tanggal 18 Agustus 1945, PPKI mengesahkan UUD 1945 sebagai Undang-Undang Dasar Republik Indonesia.
Periode 1945-1949Dalam kurun waktu 1945-1950, UUD 1945 tidak dapat dilaksanakan sepenuhnya karena Indonesia sedang disibukkan dengan perjuangan mempertahankan kemerdekaan. Maklumat Wakil Presiden Nomor X pada tanggal 16 Oktober 1945 memutuskan bahwa KNIP diserahi kekuasaan legislatif, karena MPR dan DPR belum terbentuk. Tanggal 14 November 1945 dibentuk Kabinet Semi-Presidensiel ("Semi-Parlementer") yang pertama, sehingga peristiwa ini merupakan perubahan sistem pemerintahan agar dianggap lebih demokratis.
Periode 1959-1966
Karena situasi politik pada Sidang Konstituante 1959 dimana banyak saling tarik ulur kepentingan partai politik sehingga gagal menghasilkan UUD baru, maka pada tanggal 5 Juli 1959, Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden yang salah satu isinya memberlakukan kembali UUD 1945 sebagai undang-undang dasar, menggantikan Undang-Undang Dasar Sementara 1950 yang berlaku pada waktu itu.
Pada masa ini, terdapat berbagai penyimpangan UUD 1945, diantaranya:
• Presiden mengangkat Ketua dan Wakil Ketua MPR/DPR dan MA serta Wakil Ketua DPA menjadi Menteri Negara
• MPRS menetapkan Soekarno sebagai presiden seumur hidup
• Pemberontakan Partai Komunis Indonesia melalui Gerakan 30 September Partai Komunis Indonesia

Periode 1966-1998
Pada masa Orde Baru (1966-1998), Pemerintah menyatakan kembali menjalankan UUD 1945 dan Pancasila secara murni dan konsekuen. Namun dalam pelaksanaannya terjadi juga penyelewengan UUD 1945 yang mengakibatkan terlalu besarnya kekuasaan pada Presiden.
Pada masa Orde Baru, UUD 1945 juga menjadi konstitusi yang sangat "sakral", diantara melalui sejumlah peraturan:
• Ketetapan MPR Nomor I/MPR/1983 yang menyatakan bahwa MPR berketetapan untuk mempertahankan UUD 1945, tidak berkehendak akan melakukan perubahan terhadapnya
• Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1983 tentang Referendum yang antara lain menyatakan bahwa bila MPR berkehendak mengubah UUD 1945, terlebih dahulu harus minta pendapat rakyat melalui referendum.
• Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1985 tentang Referendum, yang merupakan pelaksanaan TAP MPR Nomor IV/MPR/1983.

Perubahan UUD 1945
Salah satu tuntutan Reformasi 1998 adalah dilakukannya perubahan (amandemen) terhadap UUD 1945. Latar belakang tuntutan perubahan UUD 1945 antara lain karena pada masa Orde Baru, kekuasaan tertinggi di tangan MPR (dan pada kenyataannya bukan di tangan rakyat), kekuasaan yang sangat besar pada Presiden, adanya pasal-pasal yang terlalu "luwes" (sehingga dapat menimbulkan mulitafsir), serta kenyataan rumusan UUD 1945 tentang semangat penyelenggara negara yang belum cukup didukung ketentuan konstitusi.
Tujuan perubahan UUD 1945 waktu itu adalah menyempurnakan aturan dasar seperti tatanan negara, kedaulatan rakyat, HAM, pembagian kekuasaan, eksistensi negara demokrasi dan negara hukum, serta hal-hal lain yang sesuai dengan perkembangan aspirasi dan kebutuhan bangsa. Perubahan UUD 1945 dengan kesepakatan diantaranya tidak mengubah Pembukaan UUD 1945, tetap mempertahankan susunan kenegaraan (staat structur) kesatuan atau selanjutnya lebih dikenal sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), serta mempertegas sistem pemerintahan presidensil.
Dalam kurun waktu 1999-2002, UUD 1945 mengalami 4 kali perubahan yang ditetapkan dalam Sidang Umum dan Sidang Tahunan MPR:
• Sidang Umum MPR 1999, tanggal 14-21 Oktober 1999 → Perubahan Pertama UUD 1945
• Sidang Tahunan MPR 2000, tanggal 7-18 Agustus 2000 → Perubahan Kedua UUD 1945
• Sidang Tahunan MPR 2001, tanggal 1-9 November 2001 → Perubahan Ketiga UUD 1945
• Sidang Tahunan MPR 2002, tanggal 1-11 Agustus 2002 → Perubahan Keempat UUD 1945
Perubahan Pertama UUD 1945, adalah perubahan pertama pada Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, sebagai hasil Sidang Umum Majelis Permusyawaratan Rakyat Tahun 1999 tanggal 14-21 Oktober 1999.

Perubahan Kedua UUD 1945, adalah perubahan kedua pada Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, sebagai hasil Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat Tahun 2000 tanggal 7-18 Agustus 2000.

Perubahan Ketiga UUD 1945 adalah perubahan ketiga pada Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, sebagai hasil Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat Tahun 2001 tanggal 1–9 November 2001.

Perubahan Keempat UUD 1945, adalah perubahan keempat pada Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, sebagai hasil Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat Tahun 2002 tanggal 1-11 Agustus 2002.

Perubahan mendasar pasca empat kali amandemen secara garis besar dapat dikemukakan sebagai berikut:
1. ditegaskannya demokrasi konstitusional dan negara hukum;
2. kesetaraan antar lembaga negara dengan sistem pemisahan kekuasaan dan check and balances;
3. restukturisasi dan refungsionalisasi kelembagaan negara serta dihapuskannya sistem mandataris MPR;
4. pergeseran kekuasaan membentuk undang-undang dari tangan Presiden ke tangan DPR;
5. sistem pemerintahan presidensiil dengan pemilihan Presiden langsung oleh rakyat;
6. lembaga perwakilan yang unik terdiri DPR dan DPD, serta MPR yang terdiri dari anggota DPR dan Anggota DPD;
7. kekuasaan kehakiman yang merdeka dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan Peradilan Umum, lingkungan Peradilan Agama, lingkungan Peradilan Militer, lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi;
8. peran partai politik dalam pemilihan umum untuk memilih anggota DPR, DPRD, serta Presiden dan Wakil Presiden;
9. penyelenggaraan pemilihan umum secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap 5 tahun sekali oleh suatu Komisi Pemilihan Umum yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri;
10. APBN dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat;
11. NKRI negara kepulauan yang berciri nusantara;
12. perluasan jaminan hak asasi manusia;
13. pemisahan TNI dengan Kepolisian Negara RI;
14. anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari APBN dan APBD;
15. demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi, berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional;
16. Pemerintahan Daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan Pemerintah Pusat;
17. negara memiliki suatu bank sentral independen;
18. BPK yang bebas dan mandiri untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan Negara;
19. syarat dan tata cara perubahan pasal-pasal UUDNRI Tahun 1945 serta khusus mengenai bentuk NKRI tidak dapat dilakukan perubahan; dan
20. dengan ditetapkannya perubahan UUDNRI Tahun 1945 tersebut, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 terdiri atas Pembukaan dan pasal-pasal.























































Tidak ada komentar:

Posting Komentar